Disabilitas fisik merupakan kondisi seseorang yang mengalami gangguan dan hambatan pada fisiknya, baik karena bawaan lahir maupun karena penyebab tertentu, seperti kecelakaan yang mengharuskan dilakukan amputasi, atau disebabkan oleh penyakit kronis seperti diabetes dan kusta. Gangguan fisik tersebut tidak berarti bahwa fungsi fisik sepenuhnya tidak berfungsi, melainkan lebih kepada keterbatasan tertentu.
Disabilitas fisik yang umum mencakup kondisi seperti kelumpuhan, kekakuan otot, dan jumlah anggota gerak tangan dan kaki serta jari yang tidak lengkap. Beberapa jenis kondisi disabilitas fisik adalah Cerebral Palsy, Rheumatoid Arthritis, serta pengguna kursi roda dan kruk akibat adanya amputasi dan penyakit kronis lainnya.
Disabilitas Fisik
Meskipun merupakan gangguan pada fungsi tubuh, bukan berarti penyandang disabilitas benar-benar tidak mampu menjalankan aktivitas. Hanya kemampuan beraktivitas mereka terbatas, sehingga kadangkala membutuhkan alat-alat bantu untuk memfungsikan kembali kemampuan fisik mereka, dengan menggunakan kursi roda, kruk, tangan dan kaki prostetik, atau tongkat saat berjalan.
Pendapat lain dari para ahli tentang disabilitas fisik adalah gangguan fungsi tubuh, baik sejak lahir ataupun karena kecelakaan, sehingga sulit baginya untuk melakukan komunikasi dan aktivitas secara normal. Semua kondisi tersebut jelas sangat mempengaruhi kemampuan, kecekatan, dan ketangkasan seseorang secara fisik. Juga mempengaruhi stamina mereka dan tidak lagi seperti orang tanpa disabilitas.
Dasar Hukum Perlindungan Disabilitas
Bagaimana agar penyandang disabilitas dapat beraktivitas tanpa hambatan dan diskriminasi? Penyandang disabilitas di Indonesia mendapatkan perlindungan oleh undang-undang dan hukum di Indonesia. Banyak undang-undang dan peraturan yang mengatur hak dan kewajiban bagi penyandang disabilitas.
Beberapa pasal dalam kaitannya dengan hak asasi manusia (HAM) mengatur sejumlah hak yang melindungi penyandang disabilitas. Seperti yang tercantum dalam Pasal 28-H ayat 2 dan Pasal 18-I ayat 2 UUD 1945, yang mengatur hak asasi bagi penyandang disabilitas, termasuk hak memperoleh pekerjaan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjelaskan apa yang dimaksud dengan penyandang disabilitas, yaitu orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama. Ketika berinteraksi dengan lingkungan, mereka dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara layak dan penuh.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 menyebutkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk melakukan partisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Pasal 4 menjelaskan definisi lebih lanjut tentang ragam dan jenis disabilitas yang ada.
Derajat Disabilitas
Untuk memahami apa itu disabilitas fisik, maka perlu mengetahui derajat disabilitas. Derajat disabilitas merupakan tingkatan kondisi dari seseorang yang mengalami disabilitas fisik. Lebih lanjut, karakter disabilitas adalah jenis gangguan atau ketidakmampuan yang dialami oleh penyandang disabilitas.
Berikut ini adalah penjelasan tentang derajat disabilitas yang perlu diketahui. Ada beberapa derajat disabilitas pada fisik, yakni derajat 1 dan derajat 2. Pertama, derajat 1 adalah mereka yang masih mampu melakukan berbagai aktivitas meskipun dengan keterbatasan dan mengalami kesulitan. Kedua, derajat ke-2 adalah mereka yang mampu melakukan aktivitas dengan dukungan alat bantu. Perbedaan utama antara derajat 1 dan 2 terletak pada ada tidaknya alat bantu.