Penyandang disabilitas fisik seringkali menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari hambatan akses, keterbatasan fasilitas, hingga stigma sosial.
Setiap penyandang disabilitas fisik memiliki kebutuhan dan respons yang berbeda, tergantung pada kondisi fisik dan lingkungan sosialnya. Hal ini terjadi karena adanya gangguan pada fungsi gerak tubuh yang memengaruhi aktivitas fisik sehari-hari. Keterbatasan fungsi tubuh tertentu dapat membuat seseorang dikategorikan sebagai penyandang disabilitas fisik, apabila memenuhi kriteria medis dan sosial.
Namun, bukan berarti penyandang disabilitas tidak dapat melakukan apapun karena keterbatasannya tersebut. Disabilitas fisik yang dialami seseorang dapat terbantu dengan penggunaan alat bantu khusus, sehingga mereka tetap dapat melakukan berbagai aktivitas seperti orang lain. Penting bagi kita semua untuk memahami kondisi serta kebutuhan mereka agar tercipta lingkungan yang lebih adil dan ramah bagi semua kalangan.
Pemahaman
Penyandang disabilitas fisik adalah mereka yang mengalami gangguan pada fungsi gerak tubuh, seperti tangan, kaki, atau sistem otot dan tulang. Istilah tersebut dinilai lebih sopan dan manusiawi dibanding istilah lama seperti “cacat”, yang kini dianggap kurang menghargai perbedaan. Disabilitas atau difabel kini menjadi istilah umum untuk menyebut orang yang memiliki keterbatasan fisik, seperti gangguan dalam mobilitas tubuh maupun fungsi sensorik dan komunikasi, seperti melihat, berbicara, atau mendengar.
Selain itu, ada sedikit perbedaan antara disabilitas dan difabel, meskipun konteksnya sama. Disabilitas menggambarkan kondisi seseorang yang mengalami keterbatasan fungsi tubuh atau mental, yang dapat memengaruhi partisipasinya dalam aktivitas sehari-hari. Sementara difabel merujuk pada orang yang mengalami kecacatan sehingga kemampuan yang dimiliki berbeda dibandingkan dengan mayoritas masyarakat tanpa disabilitas.
Kendala
Seseorang yang mendapat karunia kelengkapan panca indera merupakan anugerah terbaik dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun, ada pula orang yang terlahir dengan keterbatasan sejak lahir, berbeda dari umumnya orang lain. Oleh karena itu, orang tersebut dikategorikan sebagai penyandang disabilitas fisik.
Ada pula yang mengalami kecelakaan atau penyakit sehingga kehilangan fungsi organ tubuh, mengakibatkan dirinya menjadi penyandang disabilitas fisik. Kedua kondisi ini melahirkan istilah yang biasa orang kenal sebagai penyandang disabilitas fisik. Labelisasi sebagai penyandang disabilitas kadang menjadi hambatan psikologis dalam proses penerimaan diri.
Tantangannya adalah berdamai dengan perasaan dan pikirannya sendiri, yang lambat laun juga dapat memengaruhi mentalnya. Jika tidak mendapatkan perhatian khusus, kondisi ini dapat membuat penyandang disabilitas makin terpuruk dalam ketidakberdayaan.
Tantangan lainnya adalah mengatasi rasa tidak percaya diri dan berusaha bangkit untuk menjalani kehidupan secara mandiri, sebab keterbatasan tersebut hanya terletak pada fisik, bukan pada kemauan dan kemampuan.
Lembaga Pelatihan
Disabilitas fisik biasanya mencakup gangguan pada fungsi gerak tubuh seperti pada penyandang tunadaksa. Sementara tunanetra, tunarungu, tunawicara, dan tunalaras tergolong dalam kategori disabilitas sensorik, komunikasi, atau psikososial.
Penyandang disabilitas fisik yang mengalami kondisi ini sejak lahir lebih mudah berdamai dengan diri sendiri dan berusaha mengembangkan diri. Kondisi ini berbeda dengan orang yang mengalami disabilitas fisik karena faktor lain seperti kecelakaan atau penyakit. Ada fase perpindahan kebiasaan dan kondisi fisik yang sangat berbeda yang mereka rasakan, dan tidak mudah menyesuaikan diri dengan semua perubahan tersebut.
Salah satu tantangan yang sering dihadapi adalah akses terhadap pekerjaan yang terbuka untuk semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Kekhawatiran tersebut sebenarnya dapat diatasi, karena kini banyak lembaga pelatihan dan pendidikan yang profesional memberikan banyak pelatihan kepada penyandang disabilitas fisik.
Peluang Kerja
Peluang kerja bagi penyandang disabilitas sebetulnya dapat setara dengan individu tanpa disabilitas, asalkan kemudahan akses dan penerimaan di tempat kerja terpenuhi. Yang perlu diperhatikan adalah kemauan dan kemampuan. Dengan dukungan lingkungan yang mendukung dan pelatihan yang sesuai, penyandang disabilitas dapat mengembangkan keterampilan sesuai minat dan kemampuannya. Sebaliknya, jika kemampuan yang dimiliki belum memadai, hal itu bukan masalah karena keterampilan baru masih bisa dipelajari dan mempelajarinya dengan tekun.
Beberapa pekerjaan bahkan khusus merekrut orang-orang yang mengalami keterbatasan fisik. Beberapa jenis pekerjaan seperti menganyam, menjahit, atau kerja berbasis keterampilan tangan telah dikembangkan sebagai pelatihan kerja untuk tunanetra di berbagai lembaga, dengan tetap mempertimbangkan minat dan kapasitas individu. Selain itu, ada pula pekerjaan sebagai guru atau pendidik bagi sesama penyandang disabilitas, yang biasanya lebih mudah dilakukan karena mereka memiliki pengalaman serupa. Kelebihan dan keutamaannya terletak pada pengalaman dan pemahaman yang dirasakan oleh mereka sendiri.
Dalam beberapa kasus, penyandang disabilitas fisik justru mampu menjadi pendidik yang lebih efektif di lembaga yang terbuka untuk semua kalangan, karena memiliki pengalaman langsung yang relevan dengan peserta didik. Banyaknya peluang kerja menunjukkan bahwa penyandang disabilitas fisik tetap dapat berkontribusi dan menjalani kehidupan yang layak. Keterbatasan fisik tidak menjadi penghalang bagi semangat dan kemampuan mereka.
Dengan pemahaman yang tepat serta dukungan dari lingkungan sekitar, maka penyandang disabilitas dapat menjalani kehidupan yang produktif dan bermakna.