Hak Penyandang Disabilitas dalam Perspektif Undang-Undang

Sebagai bagian dari masyarakat, penyandang disabilitas juga punya hak, kewajiban, kedudukan, dan peran yang sama seperti warga Indonesia lainnya. Saat ini telah berlaku undang-undang yang mengatur perlindungan hak penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat menjalankan aktivitas tanpa mengalami diskriminasi atau perlakuan tidak adil. Mereka juga berhak mendapatkan akses terhadap pelayanan publik yang setara tanpa perbedaan.

Dulu, penyandang disabilitas lebih sering disebut sebagai penyandang cacat. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, Kementerian Sosial dan Komnas HAM memandang bahwa penggunaan istilah tersebut mengandung konotasi negatif. Berdasarkan hal inilah kemudian tercapai kesepakatan mengganti istilah penyandang cacat menjadi penyandang disabilitas.

Klasifikasi Penyandang Disabilitas

Difabel adalah istilah populer di Indonesia yang merujuk pada ‘different abilities’ atau kemampuan berbeda, meskipun tidak secara langsung berasal dari frasa ‘differently abled’.  Istilah ini merujuk pada individu yang memiliki perbedaan fungsi fisik, mental, intelektual, atau sensorik. Adapun istilah ‘disabilitas’ dipandang lebih netral dan tidak mengandung potensi stigmatisasi maupun diskriminasi.

Menurut model klasik dari WHO, disabilitas dipahami dalam tiga konsep utama: impairment, disability, dan handicap, namun pendekatan ini telah diperbarui melalui International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF). Ketiga kategori tersebut menjadi dasar dalam perumusan sistem perlindungan hak penyandang disabilitas.

Impairment

Impairment adalah kondisi berupa gangguan fungsi atau struktur tubuh, baik fisik maupun mental. Kondisi tersebut membuat anggota tubuhnya tidak dapat menjalankan fungsinya secara baik. Contohnya: kebutaan, gangguan pendengaran, kelumpuhan, amputasi, serta gangguan kejiwaan.

Disability

Adalah ketidakmampuan melakukan kegiatan dengan baik akibat impairment, yakni kerusakan pada sebagian atau seluruh bagian tubuh tertentu. Akibatnya, individu tersebut tidak mampu menjalankan aktivitas secara mandiri dan memerlukan bantuan orang lain untuk makan, minum, mandi, naik turun tangga, dan kegiatan dasar lainnya.

Handicap

Istilah ‘handicap’ kini dianggap usang dan telah digantikan dengan istilah ‘barrier’ atau ‘hambatan partisipasi’ dalam kerangka ICF yang lebih menghargai perspektif hak asasi dan lingkungan sosial. Kondisi ini sering menyebabkan seseorang terisolasi dari lingkungan sosial dan memperoleh stigma budaya yang negatif. Pandangan ini memperkuat stigma bahwa mereka membutuhkan belas kasihan atau pertolongan dari orang lain.

Hak Penyandang Disabilitas yang Harus Mendapat Jaminan dari Negara

Undang-undang utama tentang penyandang disabilitas adalah UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. UU No. 8 Tahun 2016 memuat secara eksplisit sejumlah hak penyandang disabilitas yang harus dijamin negara.

Hak Kesetaraan dan Non Diskriminasi

Tiap penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam masyarakat maupun di bawah hukum. Mereka juga memiliki perlindungan dan fungsi hukum secara setara dan tidak boleh ada diskriminasi.

Hak Aksesibilitas

Penyandang disabilitas berhak mengakses fasilitas dan pelayanan publik, sehingga negara memiliki kewajiban untuk memberi kemudahan pada mereka atas semua akses yang tersedia. Dengan demikian, penyandang disabilitas dapat menjalani kehidupan tanpa harus menggantungkan diri pada orang lain. Apabila tidak terpenuhi, artinya negara mengalami kegagalan dalam memenuhi semua haknya.

Hak Hidup

Negara wajib menjamin hak hidup penyandang disabilitas, termasuk hak atas kelangsungan hidup, rasa aman, dan perlindungan dari perlakuan tidak manusiawi. Hak ini terdiri dari beberapa cakupan seperti penghormatan, menjalani hidup, kelangsungan hidup, dan perlindungan. Misalnya perlindungan dari penelantaran, pengucilan, pengurungan, pemasungan, eksploitasi, penyiksaan, kekejaman, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya.

Hak atas Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Negara wajib melakukan sosialisasi dan memberi dorongan pada masyarakat terhadap penyandang disabilitas, agar masyarakat dapat saling menghormati. Khususnya yang berkaitan dengan perlindungan hak disabilitas atas penghormatan martabat sebagai sesama manusia.

Hak Bebas dari Kekerasan dan Eksploitasi

Penyandang disabilitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami kekerasan dan eksploitasi. Sehingga negara harus mampu memberikan kepastian bahwa mereka terlindungi dari segala bentuk ancaman terhadap keselamatan. Secara hukum wajib ada perlindungan dan penerapannya setara dengan masyarakat yang lain.

Pertimbangan tentang cara dan pengadaan sarana untuk menjamin semua hak mereka juga jadi tanggung jawab negara, termasuk peningkatan kapasitas hukum yang berlaku secara nasional. Perlindungan ini bertujuan untuk mencegah diskriminasi, pembatasan, dan pengecualian pada penyandang disabilitas.

Penyesuaian dan modifikasi juga harus terus berjalan sebagai wujud jaminan pelaksanaan hak kesetaraan. Hal ini juga berkaitan dengan sistem pelayanan publik, termasuk perancangan produk, tata lingkungan, dan penyediaan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penyandang disabilitas.

Perlindungan Hak Disabilitas terhadap Akses Pelayanan Publik

Dari sekian banyak hak penyandang disabilitas yang menjadi kewajiban negara untuk dipenuhi, ada satu yang merupakan kebutuhan paling mendasar yaitu pelayanan publik. Hak ini mencakup akses terhadap akomodasi yang layak dan pendampingan fungsional, sesuai prinsip akomodasi yang layak (reasonable accommodation) sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016 dan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD). Fasilitas ini harus tersedia secara layak, wajar, optimal, bermartabat, dan tidak diskriminatif.

Akomodasi adalah bentuk penyesuaian layanan fisik dan non fisik yang memiliki sifat spesifik, sesuai kebutuhan masing-masing penyandang disabilitas. Misalnya kursi roda atau alat bantu lain untuk disabilitas yang tidak dapat berjalan normal, jalur khusus untuk penyandang tunanetra, dan lain sebagainya.

Kemudian yang kedua adalah hak pendampingan dan penerjemahan beserta fasilitas lain yang tidak menimbulkan kesulitan dalam mengaksesnya. Fasilitas pendukung tersebut wajib disediakan oleh negara tanpa membebankan biaya tambahan kepada penyandang disabilitas, sesuai prinsip aksesibilitas dan kesetaraan.

Dalam pelayanan tersebut terdapat beberapa aspek penting yang tidak boleh diabaikan misalnya penyediaan petugas khusus, privasitas, ketetapan hukum, dan kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, negara berkewajiban melakukan sosialisasi dan edukasi publik untuk meningkatkan pemahaman terhadap hak penyandang disabilitas.

Sampai sekarang, upaya mewujudkan kesetaraan dan perlindungan hak penyandang disabilitas masih membutuhkan perjuangan panjang. Meskipun pemerintah telah berupaya keras dalam penyediaan sarana dan prasarana, tetap harus ada kerja sama yang baik dengan semua pihak.