Kursus Bahasa Isyarat BISINDO untuk Staf Pelayanan Publik

Selama ini, banyak orang beranggapan bahwa kursus bahasa isyarat BISINDO hanya ditujukan untuk penyandang disabilitas, khususnya orang Tuli dan tunawicara. Padahal, kemampuan berbahasa isyarat dapat melekat pada diri siapapun yang bersedia mempelajarinya. Dengan kata lain non disabilitas pun boleh mengikuti kursus bahasa isyarat BISINDO. 

Merujuk pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009, secara garis besar pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk melayani masyarakat sebagai penerima manfaat. Dalam penyelenggaraannya memuat beberapa asas yang salah satunya adalah kesamaan hak. Itu berarti penyelenggara harus menerapkan standar pelayanan yang sama pada seluruh masyarakat. 

Namun, pada kenyataannya, akses pelayanan publik bagi penyandang disabilitas masih menghadapi banyak kendala. Salah satu ganjalannya ialah tenaga penerjemah yang ditugaskan di unit-unit pelayanan publik masih sangat terbatas. Padahal, penyandang disabilitas berhak mendapat pendampingan selama berurusan dengan pelayanan publik. Oleh karena itu, staf pendamping perlu memiliki kemampuan berbahasa isyarat.

Di situlah letak masalahnya. Sedikit sekali orang non disabilitas yang paham berbahasa isyarat. Masih sedikit orang non-disabilitas yang tertarik untuk mengikuti kursus bahasa isyarat BISINDO. Padahal idealnya staf pelayanan publik bukan hanya fasih berbahasa asing, tapi juga berbahasa isyarat.

Manfaat Mengikuti Kursus Bahasa Isyarat bagi Non-Disabilitas

Demi menyempurnakan praktik pelayanan publik, kepekaan Pemerintah terhadap kebutuhan penyandang disabilitas  perlu ditingkatkan lagi. Selain menyiapkan anggaran untuk pengadaan alat bantu untuk penyandang disabilitas, staf yang bertugas hendaknya diikutkan kursus bahasa isyarat BISINDO. 

Sekalipun bukan penyandang disabilitas, namun mempelajari bahasa isyarat tidak ada ruginya. Justru  ada sejumlah manfaat dan pengalaman berharga yang bisa didapat. Berikut beberapa di antaranya:

Menghargai Keberadaan Penyandang Disabilitas yang Menggunakan Bahasa Isyarat

Pelayanan publik terbuka untuk siapa saja. Kita tidak tahu siapa saja yang datang membutuhkan bantuan. Namun kita harus memastikan bahwa semuanya mendapatkan pelayanan yang sama. 

Komunikasi dua arah adalah kunci utama untuk memahami apa yang masyarakat butuhkan. Yang jadi masalah, ketika penerima manfaat tersebut seorang penyandang tuli , staf pelayanan publik kesulitan menanggapinya karena tidak mengerti bahasa isyarat. Bahkan tak jarang timbul salah paham antar kedua pihak. Akibatnya, staf tidak dapat memberikan pelayanan maksimal pada penyandang tuli tersebut.

Dengan mengikuti kursus bahasa isyarat BISINDO, seluruh staf  non disabilitas yang terlibat langsung di sektor pelayanan publik jadi lebih siap menghadapi penyandang tuli, tunawicara, maupun keterbatasan fisik lainnya yang menimbulkan gangguan berbicara. Di sisi lain ini juga sebagai bukti kesungguhan kita menghargai keberadaan disabilitas di ruang publik. 

Meningkatkan Rating Kepuasan Penerima Layanan 

Tingkat kepuasan penerima layanan turut menggambarkan kinerja staf pelayanan publik. Semakin tinggi ratingnya tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi penyelenggaranya, karena telah berhasil memberikan yang terbaik. 

Dalam memberikan penilaian, biasanya penerima manfaat akan terkesan dengan cara staf berkomunikasi. Apakah penyampaian suatu informasi jelas dan mudah dimengerti oleh pendengar atau tidak. Terlebih pada penyandang tuli.

Di sinilah untungnya belajar bahasa isyarat. Berkomunikasi dengan penyandang disabilitas yang mengalami hambatan berbicara dan mendengar bukan lagi masalah berarti. Umpan baliknya, penyandang disabilitas yang terlayani dengan baik tentu tak sungkan memberi ulasan positif dan merekomendasikan unit pelayanan publik tersebut pada orang lain. 

Membuktikan Bahwa Kita Benar-benar Berempati Terhadap Keberadaan dan Kondisi Penyandang Disabilitas

Sebagian penyandang disabilitas mengaku mengalami hambatan dalam bersosialisasi karena keterbatasan dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Sementara bagi orang non disabilitas, hal tersebut tidak memberi pengaruh apa-apa pada kehidupan mereka. 

Tanpa disadari terbentuk gap yang semakin jauh antara penyandang disabilitas dengan non disabilitas. Rasa empati tidak bertumbuh. Karenanya perlakuan buruk terhadap penyandang disabilitas mudah terjadi di mana-mana. Termasuk di tempat-tempat pelayanan publik sekalipun.

Untuk menunjukkan empati yang tulus terhadap kondisi mereka, mengikuti kursus bahasa isyarat BISINDO merupakan langkah yang bijak. Staf pelayanan publik yang mampu berbahasa isyarat pasti akan lebih mudah memahami dan menerima keberadaan penyandang disabilitas daripada yang tidak. 

Mempercepat Proses Pelayanan kepada Penerima Manfaat 

Terkadang penyelesaian suatu urusan memakan waktu lama bukan karena prosedurnya yang berbelit-belit, melainkan karena kesalahpahaman dalam komunikasi. Jika sesama non disabilitas saja bisa salah paham, apalagi dengan penyandang tuli atau tunawicara. 

Sangat beruntung bila penyelenggara menempatkan staf-staf yang punya skill bahasa asing. Sebab, kemampuan mereka berinteraksi dengan penyandang disabilitas secara tepat, dapat mempercepat proses pelayanan yang akan diberikan.

Kursus Bahasa Isyarat BISINDO Itu Mudah

Ada banyak variasi bahasa isyarat di seluruh dunia. Namun, di Indonesia hanya dua bahasa isyarat paling umum dipakai, yakni BISINDO dan SIBI. Dari keduanya itu, BISINDO yang lebih dulu ada dan jumlah penggunanya lebih banyak.

BISINDO berkembang secara natural dari komunitas Tuli Indonesia. Bahkan, kemunculannya pertama kali hanya spontanitas dari kalangan tuli yang saling berinteraksi tanpa standar baku tertulis. Karena itulah, variasi BISINDO bisa berbeda-beda antar wilayah, menyesuaikan dengan bahasa dan budaya lokal setempat. Meskipun begitu, BISINDO tetap memiliki struktur linguistik yang konsisten dalam komunitasnya. Dibandingkan dengan SIBI yang bersifat lebih formal dan berbasis tata bahasa Bahasa Indonesia, BISINDO sering dianggap lebih mudah dipahami dan dipelajari oleh non-disabilitas karena bersifat visual, kontekstual, dan lebih mencerminkan percakapan sehari-hari.

BISINDO dianggap lebih mudah karena menyampaikan kalimat melalui gerakan tangan sebagai elemen utama.  Selain itu, ekspresi wajah dan gerakan tubuh digunakan untuk memperkuat makna dalam komunikasi.

Atas alasan kemudahan tersebut, jamak yang memilih kursus bahasa isyarat BISINDO. Rata-rata di tempat-tempat kursus bahasa isyarat, program belajar BISINDO ini hanya membutuhkan waktu 10 kali pertemuan saja tiap level. Setelahnya, untuk mengukur seberapa dalam pemahaman, peserta kursus wajib mengikuti ujian kompetensi bahasa isyarat. Jika skor yang didapat sudah memenuhi standar, peserta bisa melanjutkan ke level berikutnya. 

Jumlah tingkatan dalam pembelajaran BISINDO disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta. Ada yang belajar bahasa isyarat sekadar untuk bisa berinteraksi sekadarnya dengan penyandang disabilitas. Ada pula yang termotivasi karena kebutuhan kerja atau ingin jadi juru bahasa isyarat. 

Apapun alasannya, mengikuti kursus bahasa isyarat BISINDO nyaris tidak ada ruginya sama sekali. Terutama untuk  penyelenggara  pelayanan publik. Bahkan, bahasa isyarat BISINDO inilah yang lebih akrab dengan kebiasaan sehari-hari para penyandang tuli dan jenis disabilitas lainnya.