Homeschooling bagi Penyandang Disabilitas (1)

Tidak semua anak merasa nyaman dan mudah mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas secara terjadwal. Hal ini terutama berlaku bagi penyandang disabilitas, termasuk anak-anak dengan kondisi seperti ADHD, disleksia, disgrafia, autisme, gangguan pendengaran, dan gangguan penglihatan.

Keterbatasan yang mereka alami membuat mereka cenderung kesulitan dalam menyerap informasi, mengalami perubahan suasana hati yang cepat, dan menunjukkan perilaku yang sulit diprediksi. Tingkat capaian akademik mereka bisa sangat beragam, tergantung pada jenis dan tingkat disabilitas yang dimiliki, serta dukungan yang tersedia.

Menyekolahkan penyandang disabilitas di tempat yang tidak sesuai dengan kebutuhannya bukan hanya membuat mereka frustrasi, tetapi juga berisiko memengaruhi dinamika kelas dan proses belajar siswa lainnya.

Tidak jarang, orang tua menarik anaknya dari sekolah atau bahkan tidak menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus itu lagi karena tidak ada hasil positif yang mereka dapatkan dari sekolah. Padahal, semua anak berhak atas akses pendidikan tak terkecuali sebagai penyandang disabilitas sekalipun. 

Sekolah konvensional bukan satu-satunya metode pendidikan untuk penyandang difabel. Bila metode ini tidak memungkinkan untuk diikuti oleh anak berkebutuhan khusus, orang tua bisa memilih homeschooling sebagai alternatif pendidikan. 

Manfaat Homeschooling untuk Penyandang Disabilitas

Manfaat Homeschooling untuk Penyandang Disabilitas

Metode belajar di rumah atau homeschooling sebetulnya bukan sesuatu yang baru di Indonesia. Namun, masih banyak orang tua yang belum memahami konsep homeschooling secara menyeluruh. Homeschooling merupakan metode belajar di luar sekolah formal, namun tetap di bawah bimbingan guru khusus dan pengawasan orangtua. Meskipun regulasi homeschooling di Indonesia masih menjadi perdebatan. Namun, banyak sekali manfaat metode pendidikan seperti ini bagi penyandang disabilitas. Homeschooling diakui oleh negara dan harus terdaftar serta dilaporkan kepada Dinas Pendidikan sesuai dengan Permendikbud No. 129 Tahun 2014.

Fokus Anak Meningkat 

Konsentrasi anak-anak penyandang difabel seperti ADD (Attention Deficit Disorder) dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) mudah sekali terpecah, terutama pada lingkungan ramai dan penuh distraksi. Ketika mereka mengalami stres, mereka cenderung menunjukkan perasaan tersebut dalam bentuk tingkah yang mengganggu dan membahayakan sekitar atau bahkan dirinya sendiri. Contohnya: 

  • Berteriak.
  • Pura-pura tidak mendengar instruksi.
  • Tidak mengerjakan tugas yang diberikan.
  • Mengajak teman di sekitarnya berbicara saat guru sedang mengajar di depan kelas.
  • Melakukan hal apapun yang mereka anggap menarik meski tidak dilarang. 

Tingkat konsentrasi yang rendah membuat mereka sulit bertahan lama pada aktivitas yang cenderung monoton, termasuk belajar di kelas. Akibatnya, pencapaian akademik pun berada di bawah rata-rata.

Beberapa anak dengan hambatan intelektual atau gangguan perkembangan dapat lebih terbantu melalui pembelajaran yang lebih personal seperti dalam homeschooling. Konsentrasi mereka lebih terjaga karena tidak terlalu banyak pemicu di sekitarnya. Dengan demikian, perhatian anak lebih terpusat pada guru sekaligus menyerap instruksi lebih baik daripada di kelas. 

Manfaat ini tidak hanya dirasakan oleh anak sebagai murid, tetapi juga oleh guru sebagai pengajar. Dalam kondisi yang lebih tenang dan terkendali, guru lebih mudah mengeksplorasi murid untuk menemukan sisi potensialnya. 

Jadwal Belajar Lebih Fleksibel

Homeschooling memungkinkan orang tua dan guru mengatur jadwal belajar berdasarkan kondisi anak. Anak berkebutuhan khusus sulit terikat pada jadwal belajar yang teratur sebagaimana di sekolah konvensional. 

Suasana hati yang mudah berubah-ubah dalam waktu cepat dan pengendalian diri yang lemah seringkali membuat mereka mudah merasa lelah. Selain itu, sebagian penyandang disabilitas perlu menjalani terapi rutin atau memerlukan waktu istirahat yang lebih panjang daripada anak-anak tanpa disabilitas.

Di sekolah konvensional, jadwal belajar berjalan teratur dari pagi sampai siang atau sore. Toleransi terhadap kebutuhan individual kadang terbatas di sekolah umum, namun banyak sekolah yang menerima siswa berkebutuhan khusus mulai menerapkan penyesuaian.

Tidak Terikat Kurikulum

Secara sederhana kurikulum berarti acuan baku dalam kegiatan belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran sesuai rancangan awal. Pada sistem pendidikan di Indonesia, semua sekolah formal wajib mengikuti kurikulum dari Pemerintah. 

Homes chooling memiliki fleksibilitas dalam penerapan kurikulum, namun tetap mengacu pada standar pendidikan nasional. Dengan kata lain penyelenggara boleh membuat beberapa model pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan minat murid asalkan tidak melanggar hukum. Contohnya antara lain model Montessori, Classical, Unit Study, dan Charlotte Mason.

Tempat Belajar Bebas di Mana Saja

Manfaat lain dari homeschooling adalah fleksibilitas tempat belajar. Meski identik dengan belajar dari rumah, namun sebetulnya homeschooling dapat berlangsung di mana saja. Bahkan tidak menutup kemungkinan melakukannya di alam bebas seperti yang dicontohkan sekolah-sekolah alam. Maka dari itu anggapan bahwa Homeschooling sering dianggap membuat anak kurang bersosialisasi atau menjadi tertutup justru tidak sepenuhnya tepat. 

Keleluasaan memilih tempat belajar membantu menekan rasa jenuh anak-anak berkebutuhan khusus. Sekaligus mendorong rasa ingin tahu mereka pada hal-hal baru. 

Waktu Ujian Lebih Panjang 

Kegiatan ujian di sekolah umumnya dibatasi oleh waktu tertentu. Ini tentu bagus untuk mengukur tingkat pemahamannya dan kecepatan merespons soal-soal ujian dengan tepat. 

Namun, kondisi ini berbeda bagi penyandang disabilitas tertentu yang tingkat respons dan konsentrasinya sangat rendah. Umumnya mereka butuh waktu lebih lama dan instruksi berulang-ulang untuk dapat memahami soal. 

Dalam kondisi keterbatasan itu tentu saja mereka tidak bisa mengikuti ujian dengan aturan yang sama seperti sekolah umum. Homeschooling memungkinkan waktu ujian yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak, meskipun penyesuaian serupa juga bisa diberikan di sekolah formal yang memahami kondisi siswa berkebutuhan khusus.

Orang tua Turut Berpartisipasi dalam Proses Pendidikan

Pendidikan homeschooling tidak hanya melibatkan murid dan guru, tetapi juga partisipasi aktif dari orang tua dan keluarga. Keterlibatan guru, orang tua, dan keluarga turut mempercepat proses pembelajaran bagi murid penyandang disabilitas.

Keberhasilan proses belajar ini tidak hanya ditentukan oleh kondisi murid, tetapi juga oleh seluruh pihak yang terlibat.

Begitulah sedikitnya gambaran manfaat dari homeschooling untuk penyandang difabel. Semoga dengan berkembangnya metode pendidikan alternatif, tidak ada lagi anak dengan disabilitas yang tidak mendapatkan akses pendidikan.