Mengenal Inklusi Sosial Disabilitas dan Dampaknya pada Era Society 5.0

Menjadi penyandang disabilitas, baik sejak lahir maupun dalam perjalanan hidup, sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan. Baik itu hambatan dari dalam berupa keterbatasan fisik dan mental maupun dari luar, seperti perlakuan masyarakat yang belum sepenuhnya menerima kehadiran penyandang disabilitas dalam kehidupan sosial.

Apa itu keterlibatan sosial penyandang disabilitas? Jika dijelaskan secara sederhana, istilah ini mengacu pada kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat sesuai minat dan kemampuan mereka.

Dengan kata lain, masyarakat yang terbuka menerima perbedaan cenderung mendorong partisipasi semua kelompok, termasuk penyandang disabilitas. Mereka dapat berbaur dalam setiap aspek sosial dengan non-disabilitas tanpa mendapat perlakuan diskriminatif atau tidak menyenangkan.  

Ragam Contoh Keterlibatan Sosial Penyandang Disabilitas

Dalam dunia pendidikan, keterlibatan sosial penyandang disabilitas dalam pendidikan tampak dari keberadaan sekolah reguler yang menerima siswa berkebutuhan khusus, serta peran Sekolah Luar Biasa (SLB), yang keduanya penting sesuai jenis dan tingkat disabilitas. 

Mereka dapat berbaur dan memperoleh pendidikan yang setara dengan anak non-disabilitas, sesuai kebutuhan masing-masing. Dalam beberapa kasus, penyandang disabilitas juga dapat menjadi tenaga pengajar di sekolah tersebut, bersama pengajar non-disabilitas.

Contoh lain, dalam dunia kerja, penyandang disabilitas dapat bekerja dengan non-disabilitas dalam kondisi atau lingkungan yang sama. Penyandang disabilitas berpeluang untuk bekerja karena tolak ukurnya bukan pada fisik, tapi pada kemampuan mereka. Idealnya, lingkungan kerja tidak memberikan perlakuan diskriminatif. Namun, praktiknya masih banyak tantangan yang perlu dibenahi.

Begitu pula, dalam dunia kesehatan, keterlibatan sosial penyandang disabilitas tampak dari tersedianya sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Misalnya, jalur khusus untuk kursi roda, fasilitas toilet yang ramah disabilitas, serta penyediaan orthosis (alat bantu tubuh) dan prosthesis (alat ganti tubuh).

Termasuk juga pembekalan keterampilan bagi tenaga medis dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas. Semua itu untuk menjamin kebutuhan aksesibilitas dan mobilitas mereka dalam memperoleh layanan medis. 

Tidak kalah penting, dan ini seringkali diabaikan, adalah peran serta penyandang disabilitas dalam kehidupan publik. Sebagaimana tercantum pada Pasal 28 UUD 1945 bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga untuk berserikat dan berkumpul, mencakup pula kemerdekaan mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan. Hak ini juga dimiliki penyandang disabilitas. 

Contohnya, mereka dapat bergabung dalam organisasi atau partai politik, ikut serta dalam rembug warga tingkat desa, atau mengkritik kebijakan pemerintah tanpa khawatir mendapat tekanan karena kondisi fisik mereka. 

Merangkul bukan Menutup

Lawan dari keterlibatan adalah pengucilan. Ciri khas dari masyarakat eksklusi terlihat dari upaya menutup akses sumber daya yang diperlukan bagi individu atau kelompok tertentu untuk berpartisipasi secara sosial. Akibatnya individu atau kelompok tersebut menjadi terpinggirkan atau termarginalisasikan dalam pergaulan bermasyarakat. 

Pada kasus bagi penyandang disabilitas, contoh eksklusi sosial adalah mereka mendapat penolakan untuk bekerja karena keterbatasan fisiknya, tersingkir dari pergaulan sosial dengan anggota masyarakat lain, tidak memperoleh layanan publik dan kesehatan yang optimal, serta kesulitan mengakses pendidikan yang melibatkan masyarakat secara luas. 

Tindakan peminggiran sosial ini bahkan berlanjut pada pelabelan dan stereotip negatif terhadap penyandang disabilitas. Melahirkan sikap diskriminatif yang tentunya bertentangan dengan penghormatan terhadap hak asasi setiap manusia.

Realitas seperti inilah yang harus mendapat perhatian agar tidak terus terjadi. Penyandang disabilitas bukanlah sampah masyarakat yang keberadaannya hanya sebagai aib. Terlepas dari keterbatasan fisik maupun mentalnya, mereka adalah anggota masyarakat dengan keunikan dan kelebihan yang belum sepenuhnya dikembangkan atau dimanfaatkan.

Tindakan merangkul dan melibatkan penyandang disabilitas dalam setiap aspek kehidupan merupakan keniscayaan. Mereka tidak butuh simpati atau belas kasihan. Jauh lebih penting untuk mendorong dan menghilangkan berbagai rintangan yang sekiranya menghambat aktualisasi diri mereka. Pelibatan penyandang disabilitas secara setara adalah respons terhadap perkembangan zaman yang kini menuju era Society 5.0. 

Peluang Disabilitas dalam Era Society 5.0 

Ciri khas Society 5.0 adalah pada peran teknologi digital yang mendominasi setiap aspek kehidupan manusia. Konsep ini adalah kelanjutan dari tahapan perkembangan manusia yang dimulai dari era berburu, meramu, dan mengenal tulisan (Society 1.0), era pertanian atau bercocok tanam (Society 2.0), era industrialisasi atau pengadaan mesin untuk memproduksi barang (Society 3.0), dan era penyebaran informasi secara masif karena kehadiran internet (Society 4.0).

Sejak digagas di Jepang pada tahun 2015, Society 5.0 mulai memicu transformasi sosial dan ekonomi masyarakat global. Kini, dapat terlihat bagaimana internet yang sebelumnya hanya sebagai media penyebar informasi, mulai berubah menjadi basis bagi teknologi digital dalam setiap aspek kehidupan.  

Keberadaan teknologi robotika, kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), Big Data, hingga teknologi digital berbasis aplikasi membuat perubahan arah masyarakat menjadi lebih terbuka dan menerima keberagaman. 

Setiap individu dinilai bukan berdasarkan kondisi fisiknya, melainkan kompetensinya dalam teknologi digital. Era Society 5.0 berfokus pada menciptakan manusia unggul karena penggunaan teknologi dan mengedepankan nilai-nilai kompetensi serta kolaborasi dengan manusia lain.   

Society 5.0 merupakan momentum penting bagi penyandang disabilitas. Indikasi ini terlihat dari karakteristik teknologi digital yang bersifat ramah pada penyandang disabilitas. 

Banyak teknologi digital yang dirancang lebih ramah bagi penyandang disabilitas, sehingga akses dan penggunaannya menjadi lebih memungkinkan. Konsep Society 1.0 hingga Society 5.0 merupakan kerangka dari Jepang untuk menggambarkan perkembangan peradaban manusia berbasis teknologi. Society 5.0 berbeda karena menekankan pada integrasi teknologi dan kesejahteraan manusia.

Tujuan penggunaan teknologi untuk kesejahteraan manusia harus menjadi katalis bagi penyandang disabilitas agar dapat terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Penting untuk menyadari bahwa penyandang disabilitas memiliki potensi aktif dalam masyarakat. Pelabelan dan stereotip negatif terhadap mereka pun dapat terkikis seiring berkurangnya pembatasan sosial.

Kesimpulan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, keterlibatan aktif penyandang disabilitas berkaitan erat dengan bergulirnya konsep Society 5.0. Kuncinya adalah para penyandang disabilitas mampu menguasai berbagai teknologi digital agar mereka dapat menjalankan peran-peran sosialnya secara maksimal. Adapun bagi pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum, era Society 5.0 adalah gerbang menuju masa depan dunia lebih baik dengan melibatkan kelompok-kelompok yang selama ini termarginalkan.